YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Sebuah video yang menampilkan aksi nekat pendakian ke Gunung Merapi kembali memicu perhatian luas di media sosial Instagram. Rekaman tersebut menunjukkan sejumlah individu yang berani menantang bahaya di tengah status Siaga (Level III) Gunung Merapi yang telah bertahan selama hampir lima tahun. Tindakan ini sontak menuai kecaman dan kekhawatiran dari berbagai pihak.
Merespons insiden ini, Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso, dengan tegas menyatakan bahwa pendakian ke Gunung Merapi saat ini sama sekali tidak direkomendasikan. Penegasan ini didasarkan pada status Siaga (Level III) yang belum berubah. “Status Merapi masih sama, sudah hampir lima tahun, masih siaga,” ungkap Agus Budi Santoso saat dihubungi pada Senin (16/6/2035). “Rekomendasi di status siaga ini memang diimbau untuk tidak melakukan aktivitas pendakian di Gunung Merapi.”
Potensi Bahaya Masih Tinggi
Agus Budi Santoso menjelaskan secara rinci bahwa Gunung Merapi memiliki potensi bahaya yang signifikan. Jika terjadi erupsi eksplosif, material vulkanik dapat terlontar hingga radius 3 kilometer dari puncak kawah. Tidak hanya itu, ancaman awan panas juga sangat nyata, dengan potensi luncuran sejauh 7 kilometer, terutama mengarah ke barat daya, mencakup area Sungai Krasak dan sekitarnya. “Berdasarkan rekomendasi potensi bahaya tersebut, akhirnya pendakian tidak disarankan sampai dengan saat ini,” tegasnya, menegaskan kembali alasan utama larangan tersebut.
Melihat kembali catatan sejarah, Gunung Merapi telah mengalami lebih dari 80 kali erupsi sejak abad ke-18. Mayoritas dari erupsi ini berkarakteristik eksplosif, menunjukkan riwayat aktivitas vulkanik yang intens. “Berdasarkan catatan itu, potensi untuk terjadinya erupsi eksplosif masih tinggi probabilitasnya. Itu yang mendasari rekomendasi kami,” imbuhnya, memperkuat urgensi peringatan.
Pendaki Masuk Wilayah Terlarang
Secara hukum, pendakian ke wilayah puncak Merapi secara tegas dinyatakan ilegal. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat area tersebut merupakan zona potensi bahaya paling tinggi. “Kalau misalnya mendaki dan tidak masuk potensi bahaya, tidak apa-apa,” jelasnya, memberikan gambaran batasan yang diperbolehkan.
BPPTKG merinci bahwa zona rawan Gunung Merapi membentang pada radius 2 hingga 4 kilometer dari kawah. Kendati demikian, aktivitas di luar radius 3 kilometer masih dimungkinkan, asalkan tidak memasuki kawasan dengan risiko tinggi. “Jadi, memang praktis terbatas sekali. Tapi masih bisa selama di luar radius 3 kilometer,” tambahnya, menekankan keterbatasan area aman.
Agus Budi Santoso kemudian kembali menekankan bahwa pendakian ke puncak Merapi, seperti yang terekam dalam video viral, sangatlah berbahaya. Kondisi geologis puncak Merapi, dengan struktur batuan yang tidak stabil, berisiko tinggi mengalami longsor kapan saja. “Selain itu, permukaan puncak Merapi juga sangat licin. Kasus tragis almarhum Eri menjadi pengingat nyata akan risiko fatal beraktivitas di puncak,” ujarnya. Ia menambahkan, “Para pendaki dapat menikmati keindahan Gunung Merapi dari luar daerah potensi bahaya. Masih banyak lokasi aman yang memungkinkan pengalaman tersebut di luar radius 3 kilometer.”
Otoritas terkait, khususnya Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), menyatakan bahwa setiap pendaki yang kedapatan melanggar zona larangan pendakian akan dikenakan penindakan tegas sesuai aturan yang berlaku.